Jumat, 10 Juni 2011

ISLAM DAN PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN

A.          Perkembangan Ilmu Pengetahuan di Dunia Islam
 Pengetahuan akal dan intelektual merupakan suatu dorongan intrinstik dalam ajaran islam. Pada masa daulah Abbasiyah, ibu kota Baghdad menjadi pusat intelektual muslim, dimana terjadi pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan islam. Sekolah-sekolah dan akademik muncul disetiap pelosok. Perpustakaan-perpustakaan umum yang besar didirikan dan terbuka untuk siapapun sehingga pemikiran  filosofis-filosofis besar zaman klasik dipelajari berdampingan dengan ilmu islam.
Bila dianalisis lebih jauh sampai periode-periode ini, kaum intelektual islam identik dengan ulama. Apalagi bila diingat bahwa ulama dalam pengertian aslinya adalah orang berilmu. Ilmu yang dikuasainya itu tidak terbatas kepada ilmu agama saja. Pendapat ini bisa dipegang karena kagiatan intektual itu tumbuh karena manusia sibuk dengan urusan agama. Mereka ini disebut intelektual atau ulama klasik yang oleh shill disebut sebagai intelektual lama atau intelektual sakral dari abad pertengahan.
Demikianlah sejarah perkembangan intelektual muslim pada masa yang disebut Harun Nasution sebagai periode klasik (650-1250 M.) yang merupakan zaman kemajuan di masa inilah berkembangnya dan munculnya ilmu pengetahuan, baik dalam bidang agama maupun non agama dan kebudayaan islam. Zaman inilah yang menghasilkan ulama besar seperti Imam Malik, Abu Hanafi, Imam as-Syafi’i dan Imam Ibnu Hambal dalam bidang hukum, teologi, Zunnun al-Misri, Abu Yazid al-Bustami, dan Al-Hallaj dalam mistisisme atau tasawuf, al-Kindi, al-Farabi, Ibnu Sina dan Ibnu Maskawaih dalam filsafat, Ibnu Hasyim, Ibnu Khawarizmi, al-Mas’udi dan Rzai dalam bidang pengetahuan. Pada masa kejayaan ini perkembangan intelektual muslim mencapai puncaknya sehingga cenderung membentuk pemikiran bebas (rasionalisme) sebagaimana dikembangkan oleh aliran Mu’tazilah. Keadaan ini menimbulkan pertentangan dan kecemasan dikalangan sebagian kaum intelektual muslim. Ketika itu muncul al-Ghazali (1059-1111 M.) menentang pemikiran bebas itu. Al-Ghazali lebih lanjut mengembangkan, mistisisme dan tasawuf. Menurut Hitti mistisisme muslim mewakili suatu reaksi intelektualisme serta formalisme yang berkembang waktu itu.
Sampai sekarang diakui bahwa periode sejarah peradaban islam serta pendidikan yang paling cemerlang terjadi pada masa pemerintahan Daulah Abbasiyah di Baghdad (750-1285 M) dan Daulah Umayyah di Spanyol (711-1492 M). Pada masa periode ini segala potensi yang tergantung dalam kebudayaan yang didasari nilai-nilai Islam mulai bergerak secara perlahan namun strategis. Selain terjadi kemajuan di bidang sosioekonomik, terjadi kemajuan dibidang intelektual. Kemajuan intelektual tersebut ditunjang oleh kemajuan pendidikan baik institusi, intfsartruktur maupun kemajuan sains dan obyek-obyek studinya.
Khlalifah al-Maknun menunjukkan perhatiannya besar pada pendidikan dan kesusteraan. Dikumpulkan kitab-kitab yang ada didaerah-daerah kekuasaannya seperti; Syria, Afrika, dan Mesir menggantikan pajak-pajak. Selalu kelihatan unta-unta memasuki kota Baghdad mambawa kertas dan kitab-kitab saja. Kitab-kitab lama diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Dan istana al-Maknun tanpak seakan-akan tempat pertemuan ilmu dan sastra, bukan pusat pemerintahan dan bukan khalifah. Sebab mereka terdiri dari guru-guru pengkritik-pengkritik, penerjemah-penerjemah dan komentar-komentar.
Masa Daulah Abbasiyah adalah zaman meranumnya ilmu pengetahuan dalam dunia islam. Tamaddu islam dalam zaman ini ditandai oleh berkembangnya ilmu pengetahuan dengan sangat pesat. Di zaman ini umat islam telah membuat jalan baru bagi kehidupan ilmunya. Ini adalah hasil logis dari zamannya sendiri yang telah mengalami perubahan. Sejarah perkembangan pikiran dari berbagai bangsa melalui jalan yang sama dalam evolusi kemajuannya yang bertingkat-tingkat yang tiap-tiap tingkatan itu merupakan mata rantai yang bersambung. Peningkatan alam pikiran sejalan dengan bertambahnya kelengkapan waktu dan sebab. Karena pertumbuhan kehidupan akal dan ilmu bukanlah khayal atau mimpi yang datang dengan tiba-tiba yang tidak terikat dengan kanun dan sunnah.
Dizaman ini banyak sekali buku-buku ilmu pengetahuan yang diterjemahkan kedalam bahasa arab dari berbagai bahasa asing, disamping buku-buku asli yang dikarang dalam berbagai bidang ilmu.
Baghdad menjadi terkenal bukan sebagai ibu kota kahlifah Abbasiyah tetapi sebagai pusat kebudayaan, seni, dan sastra yang belum pernah disaksikan oleh umat manusia sebelumnya. Kota Baghdad membawa suhu ilmu dan pengetahuan keseluruh plosok Asia, di Hindustan di bawah kekuasaan Ghaznawi pada permulaan abad ke 11 di tangan Umar Khayyam, dibawah kaum mongol setelah pertengahan abad ke 13 ditangan Nasiruddin Al-Tusi dinegara-negara Cina kira-kira akhir abad ke 13 ditangan Kuchu King. Dibawah dinasti Utsmaniyyah pada paruhan pertama abad ke 14.
Popularitas Daulah Abbasiyah mencapai puncaknya dizaman khalifah Harun al-Rasyid (786-833) dan putranya al-Ma’mun (813-833 M). Kekayaan yang banyak dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk keperluan sosial. Pada masa sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter, al-Ma’mun pengganti al-Rasyid dikenal sebagi khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya penerjemah buku-buku asing digalakan. Untuk menterjemahkan baku-buku asing Yunani, ia menggaji penerjemah-penerjemah dari adari golongan kristen dan penganut agama lain yang ahli. Ia juga banyak mendirikan sekolah salah satu karya besarnya ayang terpenting adalah pembangunan Baitul Hikmah. Pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakan yang besar. Pada masa al-Ma’mun inilah bagdad mulai menjadi pusatt kebudayaan dan ilmu pengetahuan.

B.    Kemajuan Ilmu Pengetahuan Islam di Dunia
a)    Di Eropa
Pada abad pertengahan umat islam sangat bergairah dalam menuntut dan mengembangkan ilmu dipelopori oleh Dinasti Abbasiyah yang berkuasa pada tahun 750 M. Pada abad pertengahan itu terdapat tempat pusat peradaban baghdad dan di Mesir, di dunia Islam bagian timur serta Sicilla dan Andalusia (Spanyol Islam) di dunia Islam bagian barat. Bagdad berperan dari tahun 750-1492 M (dikuasai kembali oleh kristen)
Pengaruh peradaban Islam di Eropa berlangsung pada abad ke 12 M dimulai dengan banyaknya pemuda kristen Eropa yang belajar diberbagai universitas islam di Andalusia serta adanya gerakan penterjemah di Sicillia dan perang salib di Syria. Empirisme keilmuan islam mendorong ilmu Eropa untuk meneliti alam, menaklukan lautan dan menjelajah Benua. Empirisme itu memberikan sumbangsihnya terhadap renaissance Eropa yang dimulai dari Italia pada abad ke 13 M.
b)        Di Afrika Utara
Orang Romawi berusaha menyingkirkan kebudayaan latinnya di negeri-negeri Afrika Utara. Digantikan dengan sekolah-sekolah dan sistem-sistem pendidikannya sebagaimana sastra dan seni yunani menjadi terkenal di Roma didapatinya pusat-pusat yang subur di Afrika utara sepanjang 2 abad pertama semenjak Romawi menguasai Afrika.
Disamping sekolah-sekolah dan pusat-pusat kebudayaan romawi terhadap perpustakaan dimana diadakan ceramah dan seminar begitu juga panggung sandiwara dan stadium-stadium yang memenuhi desa dan kota di Afrika yang berusaha menyingkirkan kebudayaan Romawi.
c)         Di Andalusia
Orang-orang Arab menyebut nama Andalusia untuk semua plosok Spanyol yang tunduk dibawah kaum muslimin. dan nama arab itu berasal dari nama puak-puak yang berasal dari Spanyol berada dibawah kekuasaan romawi sehingga ia diserang oleh puak-puak Wandal pada abad ke 5 H. Semenjak itulah negeri ini dinamakan negeri Wandalusia atau negeri Wandal orang arab menamainya negeri Wandal.
Dari Andalusia orang-orang arab mendirikan skolah-sekolah, masjid-masjid, hotel-hotel, rumah sakit, disegala tempat. Disamping itu mereka membuka jalan dan jembatan.

C.    Ciri-Ciri Umum Perkembangan Pendidikan Islam Dan Ilmu Pengetahuan Pada Masa Keemasan
Ciri-ciri umum perkembangan pendidikan islam dan ilmu pengetahuan pada masa keemasan, di antaranya;
a)    Masuknya ilmu akal
Yang dimaksud dengan ilmu akal adalah ilmu filsafat, matematika, geomertik, aljabar, sejarah, dan geografi. Kemudian islam mencapai puncak kegemilangnya pada waktu ia membuka diri kepada budaya-budaya lain. Khalifah al-Mansyur-lah yang memulai gerakan terjemahan dan mengkaji ilmu-ilmu dari budaya-budaya lain, kemudian diikuti oleh khalifah al-Nahdi, al-Rasyid dan al-Makmun.
b)    Timbulnya sekolah-sekolah
Pada periode ini menyaksikan munculnya sekolah-sekolah yang belum terkenal sebelum itu. Nizam al-Mulk-lah yang pertama mendirikan sekolah-sekolah didalam islam. Pembinaan sekolah-sekolah ini mencerminkan puncaknya pendidikan persoalan islam.
c)          Munculnya Pikiran-Pikiran Pendidikan Unik.
Diantara ciri-ciri terpenting yang memberikan keunikan pendidikan islam sepanjang periode ini adalah terlibatnya ulama-ulama Islam yang menulis tentang judul pendidikan, dan mengajarkan secara meluas dan dalam menunjukkan keprihatinan khusus dalam ini. Tokoh yang pertama-tama menyusun khusus mengenai teori pendidikan ini adalah seperti Muhammad Ibnu Suhnu (w. 261H/870M) dalam berisalahnya berjudul adab al-Muallimin etika para guru, Abu al-Hasan Ibn Muhammad al-Qasabi (w. 403H/1012M) dengan risalahnya yang ditulisnya berjudul ar-Risalah al-Mufassah li ahwal aal-Mua’llimin wa ahkam al-Mua’alaimin (kajian rinci mengenai ahwal murid dan kaidah-kaidah tentang murid dan guru) dan Burhan al-Islam az-Zarnuji (sekitar 620H/1217M) dalam risalahnya yang berjudul Ta’lim al-Muta’allimin Tariq at-Ta’allum (mengajar murid cara belajar). Selain itu sebagai teori pendidikan ditulis pula oleh beberapa tokohpada masa itu dalam buku mereka sebagai bagian dari bab-bab dan pasalnya.
d)    Masuknya ilmu sains
Perkembangan sains yang luar biasa yang dicapai para ilmuwan biologi, embriologi, genetika, biologi sel, biografi kedokteran, reaksi genetika, dan terakhir klonning hewan sebagai rintisan klonning manusia telah melampaui seluruh ramalan masa depan manusia dan membuat banyak oarng terakagum-kagum. Perkembangan dan pemanfaatan sains membuktikan bahwa alam semesta tidaklah tercipta secara kebetulan, karena bila didalamnya terdapat peraturan yang sangat teliti dan hukum yang sangat rapi untuk mengendalikan dan menjalankan alam semesta adanya peraturan dan hukum alam yang sanat akurat ini, tentu saja mengharuskan adanya sang pencipta dan pengatur yang maha berkuasa dan maha bijaksana.
Perkembangan sains yang dicapai para ilmuwan, serta pemanfaatannya yang sangat mengagumkan berkat perkembangan teknologi yang pesat baik yang diterapkan apada manusia, hewan maupun benda mati dan sebenarnya adalah sekelumit rahasia dan hukum alam yang mengendalikan dan mengatur selutruh benda yang ada yang dileakatkan Allah SWT pada benda secara sedemikian rupa, sehingga dapat sesuai dengan kondisi-kondisi yang ditetpakan bagimu.
Kemajuan ilmia tersebut merupakan hasil eksperimen ilmiah dan sains itu sendiri bersifat universal dalam arti tidak secara khusus didasarkan pada pandangan hidup tertentu akan tetapi pengguanaan dan pengambilannya tetap didasarkan pada pandangan hidup tertentu.
Oleh sebab itu walaupun penemuan ilmiah bersifat universal dalam arti tidak secara khusus asalkan pada pandangan hidup tertentu. Menurut Ghazali ilmu-ilmu agama Islam terdiri dari:
1.   Ilmu tentang prinsip-prinsip dasar (ilmu ushul) yakni;
a)    Ilmu tentang keesaan illahi
b)    Ilmu tentang kenabian, ilmu ini juga berkaitan tentang Ihwal para sahabat serta penerus religius dan spiritualnya.
c)    Ilmu tentang akhirat dan eskatologi.
d)    Ilmu tentang sumber pengetahuan religius. Sumber pengetahuan ini ada dua, yakni sumber primer: al-Qur’an adan As-Sunnah dan sumber sekunder, yakni Ijma dan tradisi para sahabat.
2.   Ilmu tentang cabang-cabang (furu) atau prinsip-prinsip cabang, yakni;
a)    Ilmu tentang kewajiban manusia kepada tuhan (ibadah).
b)   Ilmu tentang kewajiban manusia kepada masyarakat, ilmu-ilmu ini terdiri dari;
·    Ilmu tentang transaksi, terutama transaksi bisnis dan keuangan serta hukum qishash
·    Ilmu kewajiban tentang kontraktual. Ilmu ini berhubungan terutama dengan hukum keluarga.
c)    Ilmu tentang kewajiban manusia kepada jiwanya sendiriaa. Ilamu aini membahas kualitas-kualitas moral sendiri (aalmu akhlak).

D.    Tokoh-Tokoh Ilmuwan Islam
Ilmuwan Muslim yang muncul pada abad pertengahan adalah:
· Ilmuwan Muslim abad ke 9 diantaranya:
1. Jabir ibn hayya; bapak ilmu kimia, pendiri laboratorium.
2. Al-Kharizmi; ahli matematika pertama di dunia islam.
3. Al-Kindi; filosuf, pelopor dan pengembang ilmu pengetahuan.
4. Abu Kamil Syuja; ahli aljabar tertua.
5. Ibn Maskawih; dokter spesialis diet, filosofis moral.
6. Al-fatghani; astronom yang karyanya banyak diterjemahkan.
7. Tsabit bin Qurrah; ahli geometri, membahas waktu matahari.
8. Al-Batani; astronom yang melakukan observasi gemilang.
9. Zakaria al-razi; dokter penemu cacat dan darah tinggi.
 · Ilmuwan muslim abad ke 10 diantaranya:
1. Abu Qasim al-Zahrawi; ahli bedah, penciptaan alat bedah.
2. Al-Farabi; filosofis emanasi, komentator karya aristoteles.
3. Al-Mas’udi; ahli sejarah dan pengemabangan.
4. Ibn Amajur; astronom perjalanan ke bulan.
5. Abu Dulaf; sang penyair yagn ahli logam.
6. Ibnu Jujlul; penulis dan ahli biografi dan ahli kedokteran.
7. Al-Hazim; ahli matematika dan memecahkan soal-soal Archimedes.
8. Abu wafa; astronom dan ahli matematika yang mengembangkan rigonometri.
· Ilmuwan muslim abad ke 11
1. Ibnu Haitsam; ahli fisika yang disegani Bcon dan Kepler.
2. Al-Karkahi; penulis paling orisinal dibidang aritmatika.
3. Ibnu Irak; guru al-Biruni, ahli astronom dan matematika.
4. Al-Birruni; eksperimentalis yang berilmu luas.
5. Ibnu Sina; dokter dan filosofis jiwa.
6. Ibnu Yunus; penemu pendelum (600 tahun sebelum galileo).
7. Ibnu Wafid; farmakolog yang menyelidiki obat bius.
8. Ibnu saffar; penulis sejumlah tabel astronomis.
9. Abu Ubaid al-Bakhri; ahli ilmu bumi.
·    Ilmuwan muslim abad ke 12
1. Umar Khayyan; ahli aljabar dan syair.
2. Ibnu Bajjah; filosofis dan musik
3. Al-khariki; ahli astronom, matematika dan geografi ide-idenya dikutip oleh oger Bacon.
4. Al-Khazim; meterolog penemu teori gravitasi dan dokter.
5. Jabir bin Aflan; astronom yang membangun observatorium.
6. Ibnu Ghalib; ahli geografi, penulis sejarah Spanyol.
7. Abu Khair; ilmuan ahli tumbuh-tumbuhan.
8. Ibnu Rusyd; filosof, ahli hukum, perintis kedokteran umum.
9. Ibn Thufail; filusuf, murid Ibnu Rusyd.
·    Ilmuwan muslim abad ke 13
1. Al-Bitruji; astronom yang mengenalkan teori garak spiral.
2. Abnu Sa’ati; dokter ahli membuat kunci
3. Abdul Lathif; ahli anatomi, pengembang studi pertualangan.
4. Ibnu al-Baitar; dokter, penemu 300 jenis obat.
5. Al-Kazwini; ahli ilmu falak fan geografi.
6. Abi Mahasin; dokter spesialis mata.
7. Ibnu Nafis; ahli fisiologi (ilmu faal) dan sirkulasi darah yang kemudian di formalkan oleh Michael Servetus.
8. Dan lain-lain.

BIOGRAFI ABU YAZID AL-BUSTAMI DAN AJARAN TASAWUFNYA


A. RIWAYAT HIDUP ABU YAZID AL-BUSTAMI
Nama lengkapnya adalah Abu Yazid Thaifur bin 'Isa bin Surusyan al-Bustami, lahir di daerah Bustam (Persia) tahun 874 – 947 M. nama kecilnya adalah Taifur. Kakeknya bernama Surusyan, seorang penganut agama Zoroaster, kemudian masuk dan memeluk agama Islam di Bustam. Keluarga Abu Yazid termasuk berada di daerahnya, tetapi ia lebih memilih hidup sederhana.[1] Sejak dalam kandungan ibunya, konon kabarnya Abu Yazid telah mempunyai kelainan. Ibunya berkata bahwa ketika dalam perutnya, Abu Yazid akan memberontak sehingga ibunya muntah kalau menyantap makanan yang diragukan kehalalannya.[2]
Sewaktu meningkat usia remaja, Abu Yazid terkenal sebagai murid yang pandai dan seorang anak yang patuh mengikuti perintah agama dan berbakti kepada orang tuanya. Suatu kali gurunya menerangkan suatu ayat dari surat Luqman yang berbunyi : "Berterima kasihlah kepada Aku dan kepada kedua orang tuamu". Ayat ini sangat menggetarkan hati Abu Yazid. Ia kemudian berhenti belajar dan pulang untuk menemui ibunya. Sikapnya ini menggambarkan bahwa ia selalu berusaha memenuhis etiap panggilan Allah.
Perjalanan Abu Yazid untuk menjadi seorang sufi memakan waktu puluhan tahun. Sebelum membuktikan dirinya sebagai seorang sufi, ia terlebih dahulu menjadi seorang fakih dari Mazhab Hanafi. Salah seorang gurunya yang terkenal adalah Abu Ali As-Sindi. Ia mengajarkan ilmu tauhid, ilmu hakikat, dan ilmu lainnya kepada Abu Yazid. Hanya saja ajaran sufi Abu Yazid tidak ditemukan dalam buku.
Dalam menjalani kehidupan zuhud selama 13 tahun, Abu Yazid mengembara digurun-gurun pasir di Syam, hanya dengan tidur, makan, dan minum yangsedikit sekali.
B. POKOK-POKOK AJARAN TASAWUFNYA
1. Fana dan Baqa'
Ajaran tasawuf terpenting Abu Yazid adalah fana' dan baqa'. Dari segi bahasa, fana' berasal dari kata faniya yang berarti musnah atau lenyap. Dalam istilah tasawuf, fana adakalanya diartikan sebagai keadaan moral yang luhur. Dalam hal ini abu bakar Al-Kalabadzi (w. 378 H / 988 M) mendefinisikannya : "hilangnya semua keinginan hawa nafsu seseorang, tidak ada pamrih dari segala kegiatan manusia, sehingga ia kehilangan segala perasaannya dan dapat membedakan sesuatu secara sadar, dan ia telah menghilangkan semua kepentingan ketika berbuat sesuatu.
Pencapaian Abu Yazid ketahap fana' dicapai setelah meninggalkan segala keinginan selain keinginan kepada Allah.
Perjalanan Abu Yazid dalam menempuh fana itu sebagaimana dijelaskan : "Permulan adanya aku di dalam Wahdaniyat-Nya, aku menjadi burung yang tubuhnya dari Ahdiyat, dan kedua sayapnya daripada daimunah. (Tetap dan kekal). Maka senantiasalah aku terbang di dalam udara kaifiat sepuluh tahun lamanya, sehingga aku dalam udara demikian rupa 100 juga kali. Maka senantiasalah aku terbang dan terbang lagi di dalam medan azal. Maka kelihatanlah ! olehku pohon ahdiyat" (lalu beliau terangkan apa yang dilihatnya pada pohon itu, buminya, dahannya, buahnya dan lain-lainnya.
Akhirnya beliau berkata : "Demi sadarlah aku dan tahulah aku bahwasanya : sama sekali itu hanyalah tipuan khayalan belaka".
Kata-kata yang demikian dinamai oleh syatahat, artinya kata-kata yang penuh khayal, yang tidak dapat dipegangi dan dikenakan hukum.[3]
Pada suatu malam ia bermimpi bertemu dengan Tuhan dan bertanya kepada-Nya; Tuhanku, apa jalannya untuk sampai kepada-Mu ? Tuhan menjawab: "Tinggalkanlah dirimu dan datanglah". Peninggalan Abu Yazid adalah menghilangkan kesadaran akan dirinya dan alam sekitarnya untuk dikonsentrasikan kepada Tuhan. Proses ini disebut juga dengan at-Tajrid atau al-fana' bittauhid.
Ucapan-ucapan Abu Yazid yang menggambarkan bahwa ia telah mencapai al-fana' antara lain : "Aku kenal pada Tuhan melalui diriku sehingga aku hancur (fanait(u), kemudian aku kienal pada-Nya melalui diri-Nya maka aku hidup (hayait(u).
Kehancuran (fana') dalam ucapan ini memberikan 2 bentuk pengenalan (Al-Ma'rifat) terhadap Tuhan, yaitu :
a. Pengenalan terhadap Tuhan melalui diri Abu Yazid.
b. Pengenalan terhadap Tuhan melalui diri Tuhan.[4]
Adapun baqa' berasal dari kata baqiya. Arti dari segi bahasa adalah tetap. Sedangkan berdasarkan istilah tasawuf berarti mendirikan sifat-sifat terpuji kepada Allah. Paham baqa' tidak dapat dipisahkan dengan paham fana' karena keduanya merupakan paham yang berpasangan. Jika seorang sufi sedang mengalami fana', ketika itu juga ia sedang menjalani baqa'.[5]
2. Ittihad
Ittihad adalah tahapan selanjutnya yang dialami seorang sufi setelah ia menempuhi tahapan fana dan baqa'. Hanya saja dalam literatur klasik, pembahasan tentang ittihad ini tidak ditemukan.apakah karena pertimbangan keselamatan jiwa ataukah ajaran ini sangat sulit dipraktekkan merupakan pertanyaan yang sangat baik untuk dianalisis lebih lanjut. Namun, menurut Harun Nasution uraian tentang ittihad banyak terdapat di dalam buku karangan orientalis.[6]
Dalam tahapan ittihad, seorang sufi bersatu dengan Tuhan, antara yang mencintai dan yang dicintai menyatu, baik substansi maupun perbuatannya. Dalam ittihad identitas telah hilang dan identitas menjadi satu. Sufi yang bersangkutan, karena fana nyatak mempunyai kesadaran lagidan berbicara dengan nama Tuhan.[7]
Al Bustami dipandang sebagai sufi pertama yang menimbulkan ajaran fana dan baqa' untuk mencapai ittihad dengan Tuhan.[8]
Pengalaman kedekatan Abu Yazid dengan Tuhan hingga mencapai ittihad disampaikannya dalam ungkapan "pada suatu ketika aku dinaikkan kehadirat Tuhan, lalu Ia berkata: "Abu Yazid, makhluk-makhluk-Ku sangat ingin memandangmu. Aku menjawab: "Kekasihku, aku tak ingin melihat mereka. Tetapi jika itu kehendak-Mu, maka aku tak berdaya untuk menentang-Mu. Hiasilah aku dengan keesaan-Mu, sehingga jika makhluk-makhluk-Mu memandangku, mereka akan berkata: Kami telah melihat-Mu. Engkaulah itu yang mereka lihat, dan aku tidak berada di hadapan mereka itu.
Puncak pengalaman kesufian al-Bustami dalam ittihad juga tergambar dalam ungkapan berikut :
"Tuhan berkata, Abu Yazid, mereka semua kecuali engkau adalah makhluk-Ku. Aku pun berkata, aku adalah Engkau. Engkau adalah aku, dan aku adalah Engkau.
Terputus munajat. Kata menjadi satu, bahkan semuanya menjadi satu. Tuhan berkata kepadaku, Hai engkau. Aku dengan perantaraan-Nya menjawab, Hai aku. Ia berkata, "Engkaulah yang satu. Aku menjawab, akulah yang satu. Ia berkata, Engkau adalah engkau. Aku menjawab, aku adalah aku."
Dalam ittihad kelihatannya lidah berbicara melalui lisan Al Bustami. Ia tidaklah mengaku dirinya Tuhan, meskipun pada lahirnya ia berkata demikian.[9]
Suatu ketika seorang melewati rumah Abu Yazid dan mengetuk pintu. Abu Yazid bertanya, "Siapa yang engkau cari ?" Orang itu menjawab. "Abu Yazid". Abu Yazid berkata, "Pergilah, di rumahmu ini tidak ada, kecuali Allah Yang Mahakuasa dan Mahatinggi.[10]
Ucapan-ucapan Abu Yazid di atas kalau diperhatikan secara sepintas memberikan kesan bahwa ia syirik kepada Allah. Karena itu, dalam sejarah ada sufi yang ditangkap dan dipenjarakan karena ucapannya membingungkan golongan awam.[11]
 
DAFTAR PUSTAKA
‘Aththar, Fariduddin, Al-. 1983. Warisan Para Auliya' (Bandung:CV. Pustaka Setia).
Anwar, Rosihan. Mukhtar, Solihin. 2000. Ilmu Tasawuf (Bandung:CV. Pustaka Setia).
Badawi, Abdurrahman. Syatahat Ash-Shufiyyah (Beirut:Dar Al Qalam).
_______. 1993. Enseklopedi Islam (Jakarta:CV. Ahda Utama).
Hamka. 1993. Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya (Jakarta:Pustaka Panjimas).
Hoeve, Van. 2001. Ensiklopedi Islam (Jakarta:PT. Ichtiar Baru).
Nasution, Harun. 1973. Filsafat dan Mistisisme dalam Islam (Jakarta:Bulan Bintang).



[1] Fariduddin Al-'Aththar, Warisan Para Auliya' (Bandung:CV.Pustaka Setia, 1983), 128.
[2] Ibid.,129.
[3] Hamka, Tasawuf: Perkembangan dan Pemurniannya (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1993), 94-95.
[4] Van Hoeve, Ensiklopedi Islam (Jakarta: PT. Ichtiar Baru, 2001), 58.
[5] Rosihan Anwar dan Mukhtar Solihin, Ilmu Tasawuf, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000), 132.
[6] Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam (Jakarta:Bulan Bintang, 1973), 79.
[7] Ibid., 83.
[8] Van Hoeve, Enseklopedi Islam (Jakarta:PT. Ichtiar Baru, 2001), 263.
[9] ________, Enseklopedi Islam, (Jakarta:CV. Ahda Utama, 1993), 263.
[10] Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, 57.
[11] Rosihan Anwar dan Mukhtar Solihin, Ilmu Tasawuf, 135.

Selasa, 07 Juni 2011

TASAWUF

A. Pengertian Tasawuf
            Tasawuf memiliki banyak pengertian sesuai dengan asal-usul kata tersebut yaitu antara lain :
     1.    Shafa (suci). Disebut shafa (suci) karena kesucian batin sufi dan kebersihan tindakannya.
     2.    Shaff (barisan); karena para sufi mempunyai iman kuat, jiwa bersih, dan senantiasa memilih barisan
            terdepan dalam shalat berjama’ah.
     3.    Saufanah/ shuf; karena para sufi memakai pakaian berbulu yang terbuat dari bulu domba kasar.
            Para sufi mengemukakan pengertian mereka sesuai dengan pengalaman mereka masing-masing. 
   Beberapa pengertian yang berkembang dan sering dipakai sebagai acuan berasal dari al-Junaid al-Baghdadi
   (w. 297 H / 910 M), bapak tasawuf moderat. Ia mendefinisikan tasawuf sebagai keberadaan bersama
   Allah Swt tanpa adanya penghubung. Baginya tasawuf berarti membersihkan hati dan sifat yang menyamai
  binatang, menekan sifat basyariyah, menjauhi hawa nafsu, memberikan tempat bagi sifat kerohanian,
  berpegangan pada ilmu kebenaran, memberi nasihat kepada umat, benar-benar menepati janji kepada Allah 
  Swt, dan mengikuti syari’at Rasulullah Saw.
           Dari beberapa pengertian yang dikemukakan di atas Zakaria al-Anshari (852 H/ 1448 M-925 H/
  1519 M) seorang penulis tasawuf meringkas tasawuf sebagai cara menyucikan diri meningkatkan akhlak dan
   membangun kehidupan jasmani dan rohani untuk mencapai kebahagiaan abadi. Unsur utama tasawuf adalah
   penyucian diri dan tujuan akhirnya adalah kebahagiaan dan keselamatan.
          Selain itu Ibrahim Basyuni sarjana muslim kebangsaan Mesir setelah mengemukakan 40 definisi tasawuf
  termasuk beberapa definisi yang telah dikemukakan di atas, mengategorikan pengertian tasawuf pada tiga
  hal :
          Pertama, kategori al-bidayah, yaitu pengertian tasawuf pada tingkat permulaan. Kategori ini
  dikemukakan Makruf al-Kurkhi menekankan kecenderungan jiwa dan kerinduannya secara fitrah kepada
  Yang Maha Mutlak, sehingga orang senantiasa berusaha mendekatkan diri kepada Allah Swt.
         Kedua, kategori al-mujahadah, yaitu pengertian tasawuf pada pengamalan yang didasarkan pada
  kesungguhan. Pengertian ini misalnya diberikan oleh al-Jurairi dan al-Qusyairi yang lebih menonjolkan akhlak
  dan amal dalam pendekatan diri kepada Allah Swt.
         Ketiga, kategori al-madzaqat, yakni pengertian tasawuf pada pengalaman batin dan perasaan
  keberagaman, terutama dalam mendekati Zat Yang Mutlak.
         Dari ketiga pengertian umum di atas, Basyuni menyimpulkan bahwa tasawuf adalah kesadaran murni
  yang mengerahkan jiwa secara benar kepada amal dan aktivitas yang sungguh-sungguh dan menjauhkan diri
  dari keduniaan dalam mendekatkan diri kepada Allah Swt untuk mendapatkan perasaan dalam berhubungan
  dengan-Nya.
         Meskipun ada perbedaan pendapat mengenai pengertian tasawuf menurut para sufi dan para pengamat,
  tetapi ada dua hal pokok tentang tasawuf yang disepakati semua pihak, yaitu (1) kesucian jiwa untuk
  menghadap Tuhan sebagai Zat Yang Maha Suci, (2) upaya pendekatan diri secara individual kepada-Nya. 
  Jadi, pada intinya tasawuf adalah usaha untuk menyucikan jiwa sesuci mungkin dalam usaha mendekatkan
  diri kepada Tuhan sehingga kehadiran Tuhan senantiasa dirasakan secara sadar dalam kehidupan.
         Kedua pokok tasawuf itu mengacu pada pesan dalam al-Qur’an :
  Artinya : “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), Dan ingat
                 nama Tuhannya, lalu Dia sembahyang.” (Qs. Al-A’laa: 14-15)

B. Kehidupan Masyarakat Modern
             Kehidupan modern timbul dan berkembang pesat di negara-negara Barat. Kehidupan modern disana
    ditandai dengan kemajuan yang pesat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, sedangkan dalam
    bidang keagamaan ditandai dengan gejala-gejala semakin menjauhnya anggota masyarakat dari ajaran
    moral (akhlak) Ilahi.
             Salah satu ciri masyarakat modern yang paling menonjol menurut Prof. Komaruddin Hidayat adalah
    sikapnya yang sangat agresif terhadap kemajuan. Didorong oleh berbagai prestasi yang dicapai oleh ilmu
    pengetahuan dan teknologi, masyarakat modern berusaha mematahkan mitos kesakralan alam raya. Semua
    harus tunduk atau berusaha ditundukkan oleh kedigdayaan iptek yang berporos pada rasionalitas (akal
    pikiran). Realitas (kenyataan) alam raya kini hanya dipahami semata-mata sebagai benda otonom yang
    tidak ada kaitannya dengan Tuhan. Alam raya dipahami sebagai jam raksasa yang bekerja mengikuti gerak
    mesin yang telah diciptakan dan diatur sedemikian rupa oleh tukang jam yang maha super (Tuhan), untuk
    selanjutnya Tuhan “pensiun” dan tak ada lagi urusannya dengan kehidupan di dunia.
            Dunia materi dan non materi dipahami secara terpisah sehingga dengan cara demikian masyarakat
    modern merasa semakin otonom dalam arti tidak lagi memerlukan campur tangan Tuhan dalam
    menyelesaikan persoalan-persoalan hidupnya. Modernisme yang berporos pada rasionalitas harus diakui,
    telah mampu mengantarkan manusia pada berbagai prestasi kehidupan materi yang belum pernah dicapai
    sebelumnya dalam sejarah umat manusia.
            Budaya modern dewasa ini telah tampak pengaruhnya di negara-negara berkembang, termasuk di
    Indonesia, khususnya di masyarakat perkotaan. Budaya modern yang hanya kita ambil kulitnya saja dapat
    mengikis budaya kebersamaan sehingga menjadi budaya individualistik yang satu sama lain hanya
    berkonsentrasi pada pemberdayaan diri tanpa mempedulikan nasib dan kondisi orang lain. Diperparah lagi
    dengan dominasi rasionalitas manusia modern yang segala sesuatunya hanya diukur dari hal-hal yang
   bersifat empiris, sehingga tidak sedikit manusia modern yang menganut pemahaman bahwa seolah-olah
   Tuhan itu telah tiada, dalam arti manusia lebih memperturutkan hawa nafsu setan daripada memperhatikan
   bisikan hati yang bersumber dari Tuhan.
 
C. Tasawuf Dalam Dunia Modern
             Dunia modern itu bercirikan perubahan dan pada zaman modern ini semua perubahan itu merupakan
     gejala harian yang begitu cepat. Karena itu siapa pun harus beradaptasi dengan percepatan perubahan
     tersebut.
             Sebagai umat Islam, kita dituntut untuk istiqamah, juga harus kreatif untuk menangkap setiap makna
     perubahan tersebut. Iman kita harus stabil tapi didukung oleh pemikiran dan pemahaman yang dinamis.
             Kehidupan masyarakat modern yang serba cepat dan cenderung materialistis ini sebenarnya sudah
     berada pada titik kejenuhan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya fenomena kerinduan masyarakat
     terhadap nilai-nilai spiritual, banyak bermunculan majlis dzikir dan kajian-kajian keislaman yang dikelola
     secara apik oleh para dai atau tokoh-tokoh agama Islam. Ini menunjukkan bahwa gerakan tasawuf
     kembali dirindukan oleh manusia-manusia modern.
             Menurut Prof. Hamka bahwa kita dapat berperilaku sufi atau mengikuti sunah-sunah yang sudah
    digariskan oleh Nabi Saw, tanpa harus meninggalkan kehidupan modern. Dalam hal ini ada beberapa hal
    yang harus kita teladani dari kehidupan Nabi, antara lain :
  1. Zuhud: Beliau mengajarkan bahwa kekayaan yang sebenarnya bukanlah kekayaan harta benda, melainkan kekayaan rohaniah. Beliau tidak tertarik dengan harta benda karena memandang nilai rohani lebih tinggi kedudukannya.
  2. Hidup sederhana: Dalam kehidupan sehari-hari tercermin kesederhanaan beliau dalam perumahan, pakaian dan makanan. Kasur beliau terbuat dari kulit berisi sabut. Bahkan terkadang beliau tidur diatas tikar daun kurma, sehingga membekas pada punggungnya. Demikian juga dalam makan, amat sederhana sekali. Beliau banyak berpuasa dan tidak makan kecuali lapar, dan kalaupun makan tidak sampai kenyang.
  3. Bekerja keras: Nabi menyuruh bekerja keras untuk memenuhi hajat hidup dan kelebihan rezeki untuk kepentingan infaq di jalan Allah. Nabi pernah menandaskan “Bekerjalah untuk duniamu, seolah-olah engkau akan hidup selamanya dan bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan engkau mati esok hari”.
  4. Aktif dalam kemasyarakatan dan amal sholeh. Rasulullah terkenal amat pemurah. Berkeinginan keras melayani kepentingan umat dan menolong mereka dari segala kesulitan.
  5. Perbaikan akhlak: Nabi Muhammad Saw adalah contoh dari suri tauladan yang paling baik dalam tingkah laku (akhlak). Beliau selalu mendorong untuk berbuat ihsan kepada sesama manusia, berbuat baik kepada keluarga dan famili, memuliakan tamu dan tetangga.
  6. Ibadah: Rasulullah adalah ahli ibadah yang paling mulia. Bukan saja dalam ibadah wajib, tetapi juga dalam ibadah sunah. Sebagian malamnya dihabiskan dalam shalat malam (tahajjud), jarang meninggalkan rawatib dan setiap waktu selalu dalam dzikir dan istighfar.