Selasa, 07 Juni 2011

TASAWUF

A. Pengertian Tasawuf
            Tasawuf memiliki banyak pengertian sesuai dengan asal-usul kata tersebut yaitu antara lain :
     1.    Shafa (suci). Disebut shafa (suci) karena kesucian batin sufi dan kebersihan tindakannya.
     2.    Shaff (barisan); karena para sufi mempunyai iman kuat, jiwa bersih, dan senantiasa memilih barisan
            terdepan dalam shalat berjama’ah.
     3.    Saufanah/ shuf; karena para sufi memakai pakaian berbulu yang terbuat dari bulu domba kasar.
            Para sufi mengemukakan pengertian mereka sesuai dengan pengalaman mereka masing-masing. 
   Beberapa pengertian yang berkembang dan sering dipakai sebagai acuan berasal dari al-Junaid al-Baghdadi
   (w. 297 H / 910 M), bapak tasawuf moderat. Ia mendefinisikan tasawuf sebagai keberadaan bersama
   Allah Swt tanpa adanya penghubung. Baginya tasawuf berarti membersihkan hati dan sifat yang menyamai
  binatang, menekan sifat basyariyah, menjauhi hawa nafsu, memberikan tempat bagi sifat kerohanian,
  berpegangan pada ilmu kebenaran, memberi nasihat kepada umat, benar-benar menepati janji kepada Allah 
  Swt, dan mengikuti syari’at Rasulullah Saw.
           Dari beberapa pengertian yang dikemukakan di atas Zakaria al-Anshari (852 H/ 1448 M-925 H/
  1519 M) seorang penulis tasawuf meringkas tasawuf sebagai cara menyucikan diri meningkatkan akhlak dan
   membangun kehidupan jasmani dan rohani untuk mencapai kebahagiaan abadi. Unsur utama tasawuf adalah
   penyucian diri dan tujuan akhirnya adalah kebahagiaan dan keselamatan.
          Selain itu Ibrahim Basyuni sarjana muslim kebangsaan Mesir setelah mengemukakan 40 definisi tasawuf
  termasuk beberapa definisi yang telah dikemukakan di atas, mengategorikan pengertian tasawuf pada tiga
  hal :
          Pertama, kategori al-bidayah, yaitu pengertian tasawuf pada tingkat permulaan. Kategori ini
  dikemukakan Makruf al-Kurkhi menekankan kecenderungan jiwa dan kerinduannya secara fitrah kepada
  Yang Maha Mutlak, sehingga orang senantiasa berusaha mendekatkan diri kepada Allah Swt.
         Kedua, kategori al-mujahadah, yaitu pengertian tasawuf pada pengamalan yang didasarkan pada
  kesungguhan. Pengertian ini misalnya diberikan oleh al-Jurairi dan al-Qusyairi yang lebih menonjolkan akhlak
  dan amal dalam pendekatan diri kepada Allah Swt.
         Ketiga, kategori al-madzaqat, yakni pengertian tasawuf pada pengalaman batin dan perasaan
  keberagaman, terutama dalam mendekati Zat Yang Mutlak.
         Dari ketiga pengertian umum di atas, Basyuni menyimpulkan bahwa tasawuf adalah kesadaran murni
  yang mengerahkan jiwa secara benar kepada amal dan aktivitas yang sungguh-sungguh dan menjauhkan diri
  dari keduniaan dalam mendekatkan diri kepada Allah Swt untuk mendapatkan perasaan dalam berhubungan
  dengan-Nya.
         Meskipun ada perbedaan pendapat mengenai pengertian tasawuf menurut para sufi dan para pengamat,
  tetapi ada dua hal pokok tentang tasawuf yang disepakati semua pihak, yaitu (1) kesucian jiwa untuk
  menghadap Tuhan sebagai Zat Yang Maha Suci, (2) upaya pendekatan diri secara individual kepada-Nya. 
  Jadi, pada intinya tasawuf adalah usaha untuk menyucikan jiwa sesuci mungkin dalam usaha mendekatkan
  diri kepada Tuhan sehingga kehadiran Tuhan senantiasa dirasakan secara sadar dalam kehidupan.
         Kedua pokok tasawuf itu mengacu pada pesan dalam al-Qur’an :
  Artinya : “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), Dan ingat
                 nama Tuhannya, lalu Dia sembahyang.” (Qs. Al-A’laa: 14-15)

B. Kehidupan Masyarakat Modern
             Kehidupan modern timbul dan berkembang pesat di negara-negara Barat. Kehidupan modern disana
    ditandai dengan kemajuan yang pesat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, sedangkan dalam
    bidang keagamaan ditandai dengan gejala-gejala semakin menjauhnya anggota masyarakat dari ajaran
    moral (akhlak) Ilahi.
             Salah satu ciri masyarakat modern yang paling menonjol menurut Prof. Komaruddin Hidayat adalah
    sikapnya yang sangat agresif terhadap kemajuan. Didorong oleh berbagai prestasi yang dicapai oleh ilmu
    pengetahuan dan teknologi, masyarakat modern berusaha mematahkan mitos kesakralan alam raya. Semua
    harus tunduk atau berusaha ditundukkan oleh kedigdayaan iptek yang berporos pada rasionalitas (akal
    pikiran). Realitas (kenyataan) alam raya kini hanya dipahami semata-mata sebagai benda otonom yang
    tidak ada kaitannya dengan Tuhan. Alam raya dipahami sebagai jam raksasa yang bekerja mengikuti gerak
    mesin yang telah diciptakan dan diatur sedemikian rupa oleh tukang jam yang maha super (Tuhan), untuk
    selanjutnya Tuhan “pensiun” dan tak ada lagi urusannya dengan kehidupan di dunia.
            Dunia materi dan non materi dipahami secara terpisah sehingga dengan cara demikian masyarakat
    modern merasa semakin otonom dalam arti tidak lagi memerlukan campur tangan Tuhan dalam
    menyelesaikan persoalan-persoalan hidupnya. Modernisme yang berporos pada rasionalitas harus diakui,
    telah mampu mengantarkan manusia pada berbagai prestasi kehidupan materi yang belum pernah dicapai
    sebelumnya dalam sejarah umat manusia.
            Budaya modern dewasa ini telah tampak pengaruhnya di negara-negara berkembang, termasuk di
    Indonesia, khususnya di masyarakat perkotaan. Budaya modern yang hanya kita ambil kulitnya saja dapat
    mengikis budaya kebersamaan sehingga menjadi budaya individualistik yang satu sama lain hanya
    berkonsentrasi pada pemberdayaan diri tanpa mempedulikan nasib dan kondisi orang lain. Diperparah lagi
    dengan dominasi rasionalitas manusia modern yang segala sesuatunya hanya diukur dari hal-hal yang
   bersifat empiris, sehingga tidak sedikit manusia modern yang menganut pemahaman bahwa seolah-olah
   Tuhan itu telah tiada, dalam arti manusia lebih memperturutkan hawa nafsu setan daripada memperhatikan
   bisikan hati yang bersumber dari Tuhan.
 
C. Tasawuf Dalam Dunia Modern
             Dunia modern itu bercirikan perubahan dan pada zaman modern ini semua perubahan itu merupakan
     gejala harian yang begitu cepat. Karena itu siapa pun harus beradaptasi dengan percepatan perubahan
     tersebut.
             Sebagai umat Islam, kita dituntut untuk istiqamah, juga harus kreatif untuk menangkap setiap makna
     perubahan tersebut. Iman kita harus stabil tapi didukung oleh pemikiran dan pemahaman yang dinamis.
             Kehidupan masyarakat modern yang serba cepat dan cenderung materialistis ini sebenarnya sudah
     berada pada titik kejenuhan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya fenomena kerinduan masyarakat
     terhadap nilai-nilai spiritual, banyak bermunculan majlis dzikir dan kajian-kajian keislaman yang dikelola
     secara apik oleh para dai atau tokoh-tokoh agama Islam. Ini menunjukkan bahwa gerakan tasawuf
     kembali dirindukan oleh manusia-manusia modern.
             Menurut Prof. Hamka bahwa kita dapat berperilaku sufi atau mengikuti sunah-sunah yang sudah
    digariskan oleh Nabi Saw, tanpa harus meninggalkan kehidupan modern. Dalam hal ini ada beberapa hal
    yang harus kita teladani dari kehidupan Nabi, antara lain :
  1. Zuhud: Beliau mengajarkan bahwa kekayaan yang sebenarnya bukanlah kekayaan harta benda, melainkan kekayaan rohaniah. Beliau tidak tertarik dengan harta benda karena memandang nilai rohani lebih tinggi kedudukannya.
  2. Hidup sederhana: Dalam kehidupan sehari-hari tercermin kesederhanaan beliau dalam perumahan, pakaian dan makanan. Kasur beliau terbuat dari kulit berisi sabut. Bahkan terkadang beliau tidur diatas tikar daun kurma, sehingga membekas pada punggungnya. Demikian juga dalam makan, amat sederhana sekali. Beliau banyak berpuasa dan tidak makan kecuali lapar, dan kalaupun makan tidak sampai kenyang.
  3. Bekerja keras: Nabi menyuruh bekerja keras untuk memenuhi hajat hidup dan kelebihan rezeki untuk kepentingan infaq di jalan Allah. Nabi pernah menandaskan “Bekerjalah untuk duniamu, seolah-olah engkau akan hidup selamanya dan bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan engkau mati esok hari”.
  4. Aktif dalam kemasyarakatan dan amal sholeh. Rasulullah terkenal amat pemurah. Berkeinginan keras melayani kepentingan umat dan menolong mereka dari segala kesulitan.
  5. Perbaikan akhlak: Nabi Muhammad Saw adalah contoh dari suri tauladan yang paling baik dalam tingkah laku (akhlak). Beliau selalu mendorong untuk berbuat ihsan kepada sesama manusia, berbuat baik kepada keluarga dan famili, memuliakan tamu dan tetangga.
  6. Ibadah: Rasulullah adalah ahli ibadah yang paling mulia. Bukan saja dalam ibadah wajib, tetapi juga dalam ibadah sunah. Sebagian malamnya dihabiskan dalam shalat malam (tahajjud), jarang meninggalkan rawatib dan setiap waktu selalu dalam dzikir dan istighfar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar